Label
Berbagi Pengetahuan
Setelah melalui proses seleksi cukup panjang, Dahlan Iskan akhirnya dipercaya pemerintah memimpin PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menggantikan Fahmi Mochtar.
Chairman/CEO Jawa Pos Group tersebut dipilih sebagai Direktur Utama (Dirut) PT PLN setelah melalui tahapan fit and proper test.
Bahkan, Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar mengaku harus memanggil Dahlan hingga empat kali untuk menjelaskan konsep-konsepnya. “Kalau saya ragu, Pak Dahlan langsung saya panggil. Ini belum jelas, ini belum meyakinkan. Sampai empat kali ketemu. Kalau boleh saya bilang, konsepnya bagus dan radikal,” ujarnya seusai pelantikan jajaran direksi dan dewan komisaris baru PT PLN, di gedung PLN Pusat, Jakarta, Rabu (23/12).
Konsep pengembangan PLN yang diusung Dahlan, antara lain, mengalihkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke gas sebagai bahan bakar pembangkit, mengurangi utang PLN, dan menyiapkan trafo cadangan untuk gardu induk listrik di Jakarta. “Semua luar biasa. Makanya kita beri kesempatan untuk membuktikannya,” tuturnya.
Dengan terpilihnya Dahlan, pria asal Magetan, Jawa Timur, ini menjadi orang pertama dari luar PLN yang ditunjuk mengomandani perusahaan setrum tersebut. Namun, Mustafa menegaskan, tidak ada kontrak politik atas penunjukan Dahlan sebagai komandan baru PLN. Menurut dia, Dahlan dipilih karena menawarkan sejumlah ide yang bagus untuk perbaikan kinerja PLN. “Kita berharap kepemimpinannya diabdikan kepada negara,” ujar Mustafa.
Dia menegaskan bahwa mantan wartawan yang berhasil mengembangkan Jawa Pos dan grupnya menjadi 151 koran di seluruh Indonesia itu telah menandatangani kontrak kerja dengan pemerintah yang berisi target pencapaian kinerja selama masa kerjanya. “Kalau kontrak kerja ada, kalau kontrak politik tidak ada. Kontrak kerja dengan saya itu kuantitatif. Ada waktunya dan target-targetnya,” katanya.
Sebelum Dahlan terpilih, sejumlah nama masuk dalam bursa calon Dirut PLN. Mereka, antara lain, Direktur PLN Jawa-Bali Murtaqi Syamsuddin dan Wakil Direktur Utama Rudiantara. Namun, Dahlan mengaku tidak pernah melamar untuk jabatan itu.
Dahlan menjalani proses fit and proper test dengan Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2 November lalu. Tim itu terdiri atas wakil presiden, menteri pemberdayaan aparatur negara, menteri keuangan, Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), sekretaris negara.
Dahlan juga diuji oleh menteri terkait, seperti menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dan menteri negara BUMN.
Selain Dahlan, acara pelantikan kemarin juga dilakukan untuk sembilan jajaran direksi dan tujuh komisaris PLN (selengkapnya baca grafis).
Seusai pelantikan, mantan Dirut PLN Fahmi Mochtar memberikan ucapan selamat kepada Dahlan.
Saat ditanya mengenai pemberhentian dirinya, Fahmi mengaku biasa saja. “Saya biasa saja dengan ini, karena sebagai direksi kita bersikap profesional,” ungkapnya.
Mustafa berharap PLN dapat menyelesaikan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek pada 2010. Lalu PLN ditarget meningkatkan kapasitas dan kemampuan keuangan perseroan, dan mencari cost reduction (pengurangan biaya operasional) secara optimal. Direksi baru juga diminta mempersiapkan prakondisi agar perusahaan bisa mencapai target tersebut.
“Itu berupa peningkatan efisiensi operasional PLN, penetapan dana komponen finansial yang kuat untuk masa depan, serta penciptaan lingkungan yang mendukung,” jelasnya.
Selain akan mengatasi pemadaman listrik di Jakarta dan sekitarnya, Dahlan akan berusaha membangun pembangkit 1.500-2.000 MW (Mega Watt) di luar Jawa.
“Trafo cadangan (di Jakarta) ini sangat mendesak. Inilah prioritasnya. Karena kalau nasib saya apes, pekan depan, misalnya, salah satu trafo terbakar, saya tidak tahu bagaimana mengatasinya karena nggak ada cadangan,” ujar Dahlan seusai pelantikan.
Pria kelahiran 17 Agustus 1951 itu mengaku hingga saat ini masih khawatir mengenai hal itu. Karena itu, seusai dilantik, Dahlan langsung menggelar rapat untuk mencari jalan keluar. Menurut dia, trafo cadangan harus segera disediakan. Sebab, jika ada salah satu trafo yang meledak, listrik di Jakarta dipastikan terganggu.
Mendatangkan trafo itu juga memerlukan waktu lama. Mengenai masalah listrik, Dahlan menilai harus dibedakan antara Jawa dan luar Jawa. “Di Jawa sudah direncanakan dengan sangat baik, tinggal kita meneruskan saja. Misalnya, program 10 ribu Mega Watt. Tahun ini ada yang selesai, tahun depannya ada lagi,” ujarnya.
Yang harus dipikirkan secepatnya, lanjut Dahlan, juga penyediaan listrik di luar Jawa. Sebab, daerah-daerah di luar Jawa mengalami krisis listrik sejak berpuluh tahun lalu. Di sisi lain, pembangunan pembangkit listrik di luar Jawa tidak bisa dibuat secara besar-besaran karena wilayahnya yang kecil. “Nah, karena itu, kami merencanakan kalau bisa di luar Jawa dibangun proyek pembangkit yang kecil-kecil, tetapi kalau dijumlah bisa mencapai 1.500-2.000 Mega Watt,” lanjutnya.
Dia berharap program itu bisa membantu mengatasi krisis listrik di luar Pulau Jawa. Sebab, kota-kota seperti Tarakan atau Kendari sudah mengalami krisis listrik demikian parah. Padahal, kota tersebut juga bagian dari wilayah Indonesia yang harus disediakan pasokan listriknya.
“Di Jawa prioritasnya mencukupi keperluan dan keandalannya. Kalau di luar Jawa mengatasi krisis. Itu saja. Tapi, kalau dalam tiga tahun ke depan, kita memang belum bisa jadi world class company,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, pria yang suka bersepatu kets itu juga menjelaskan seputar pembangkit listrik swasta yang dimilikinya. Dahlan mengaku belum melepaskan kepemilikannya pada pembangkit tersebut karena hingga kemarin masih menunggu kepastian penunjukan dirinya sebagai Dirut PLN.
“Sampai saya dilantik hari ini (kemarin, red) saya masih punya pikiran mungkin nggak jadi. Kalau saya lepaskan kemarin, terus hari ini saya tidak jadi dilantik kan bagaimana,” ujarnya.
Karena itu, dia mengaku akan mempelajari dulu aturan hukumnya. Meski begitu, sejak awal dirinya sudah memberitahukan kalau memiliki pembangkit meskipun kapasitasnya sangat kecil, kurang dari 1 persen dari total kapasitas PLN.
“Kalau peraturan bilang saya tidak boleh jadi komisaris dan direksi di situ, ya saya berhenti. Tentang sahamnya, saya masih pelajari aturannya, apakah sama sekali tidak boleh punya saham di situ, atau boleh tapi dalam jumlah tertentu. Misalnya, 25 persen atau lima persen. Kalau tidak boleh punya saham, ya saya lepaskan,” katanya.
Chairman/CEO Jawa Pos Group tersebut dipilih sebagai Direktur Utama (Dirut) PT PLN setelah melalui tahapan fit and proper test.
Bahkan, Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar mengaku harus memanggil Dahlan hingga empat kali untuk menjelaskan konsep-konsepnya. “Kalau saya ragu, Pak Dahlan langsung saya panggil. Ini belum jelas, ini belum meyakinkan. Sampai empat kali ketemu. Kalau boleh saya bilang, konsepnya bagus dan radikal,” ujarnya seusai pelantikan jajaran direksi dan dewan komisaris baru PT PLN, di gedung PLN Pusat, Jakarta, Rabu (23/12).
Konsep pengembangan PLN yang diusung Dahlan, antara lain, mengalihkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke gas sebagai bahan bakar pembangkit, mengurangi utang PLN, dan menyiapkan trafo cadangan untuk gardu induk listrik di Jakarta. “Semua luar biasa. Makanya kita beri kesempatan untuk membuktikannya,” tuturnya.
Dengan terpilihnya Dahlan, pria asal Magetan, Jawa Timur, ini menjadi orang pertama dari luar PLN yang ditunjuk mengomandani perusahaan setrum tersebut. Namun, Mustafa menegaskan, tidak ada kontrak politik atas penunjukan Dahlan sebagai komandan baru PLN. Menurut dia, Dahlan dipilih karena menawarkan sejumlah ide yang bagus untuk perbaikan kinerja PLN. “Kita berharap kepemimpinannya diabdikan kepada negara,” ujar Mustafa.
Dia menegaskan bahwa mantan wartawan yang berhasil mengembangkan Jawa Pos dan grupnya menjadi 151 koran di seluruh Indonesia itu telah menandatangani kontrak kerja dengan pemerintah yang berisi target pencapaian kinerja selama masa kerjanya. “Kalau kontrak kerja ada, kalau kontrak politik tidak ada. Kontrak kerja dengan saya itu kuantitatif. Ada waktunya dan target-targetnya,” katanya.
Sebelum Dahlan terpilih, sejumlah nama masuk dalam bursa calon Dirut PLN. Mereka, antara lain, Direktur PLN Jawa-Bali Murtaqi Syamsuddin dan Wakil Direktur Utama Rudiantara. Namun, Dahlan mengaku tidak pernah melamar untuk jabatan itu.
Dahlan menjalani proses fit and proper test dengan Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2 November lalu. Tim itu terdiri atas wakil presiden, menteri pemberdayaan aparatur negara, menteri keuangan, Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), sekretaris negara.
Dahlan juga diuji oleh menteri terkait, seperti menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dan menteri negara BUMN.
Selain Dahlan, acara pelantikan kemarin juga dilakukan untuk sembilan jajaran direksi dan tujuh komisaris PLN (selengkapnya baca grafis).
Seusai pelantikan, mantan Dirut PLN Fahmi Mochtar memberikan ucapan selamat kepada Dahlan.
Saat ditanya mengenai pemberhentian dirinya, Fahmi mengaku biasa saja. “Saya biasa saja dengan ini, karena sebagai direksi kita bersikap profesional,” ungkapnya.
Mustafa berharap PLN dapat menyelesaikan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek pada 2010. Lalu PLN ditarget meningkatkan kapasitas dan kemampuan keuangan perseroan, dan mencari cost reduction (pengurangan biaya operasional) secara optimal. Direksi baru juga diminta mempersiapkan prakondisi agar perusahaan bisa mencapai target tersebut.
“Itu berupa peningkatan efisiensi operasional PLN, penetapan dana komponen finansial yang kuat untuk masa depan, serta penciptaan lingkungan yang mendukung,” jelasnya.
Selain akan mengatasi pemadaman listrik di Jakarta dan sekitarnya, Dahlan akan berusaha membangun pembangkit 1.500-2.000 MW (Mega Watt) di luar Jawa.
“Trafo cadangan (di Jakarta) ini sangat mendesak. Inilah prioritasnya. Karena kalau nasib saya apes, pekan depan, misalnya, salah satu trafo terbakar, saya tidak tahu bagaimana mengatasinya karena nggak ada cadangan,” ujar Dahlan seusai pelantikan.
Pria kelahiran 17 Agustus 1951 itu mengaku hingga saat ini masih khawatir mengenai hal itu. Karena itu, seusai dilantik, Dahlan langsung menggelar rapat untuk mencari jalan keluar. Menurut dia, trafo cadangan harus segera disediakan. Sebab, jika ada salah satu trafo yang meledak, listrik di Jakarta dipastikan terganggu.
Mendatangkan trafo itu juga memerlukan waktu lama. Mengenai masalah listrik, Dahlan menilai harus dibedakan antara Jawa dan luar Jawa. “Di Jawa sudah direncanakan dengan sangat baik, tinggal kita meneruskan saja. Misalnya, program 10 ribu Mega Watt. Tahun ini ada yang selesai, tahun depannya ada lagi,” ujarnya.
Yang harus dipikirkan secepatnya, lanjut Dahlan, juga penyediaan listrik di luar Jawa. Sebab, daerah-daerah di luar Jawa mengalami krisis listrik sejak berpuluh tahun lalu. Di sisi lain, pembangunan pembangkit listrik di luar Jawa tidak bisa dibuat secara besar-besaran karena wilayahnya yang kecil. “Nah, karena itu, kami merencanakan kalau bisa di luar Jawa dibangun proyek pembangkit yang kecil-kecil, tetapi kalau dijumlah bisa mencapai 1.500-2.000 Mega Watt,” lanjutnya.
Dia berharap program itu bisa membantu mengatasi krisis listrik di luar Pulau Jawa. Sebab, kota-kota seperti Tarakan atau Kendari sudah mengalami krisis listrik demikian parah. Padahal, kota tersebut juga bagian dari wilayah Indonesia yang harus disediakan pasokan listriknya.
“Di Jawa prioritasnya mencukupi keperluan dan keandalannya. Kalau di luar Jawa mengatasi krisis. Itu saja. Tapi, kalau dalam tiga tahun ke depan, kita memang belum bisa jadi world class company,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, pria yang suka bersepatu kets itu juga menjelaskan seputar pembangkit listrik swasta yang dimilikinya. Dahlan mengaku belum melepaskan kepemilikannya pada pembangkit tersebut karena hingga kemarin masih menunggu kepastian penunjukan dirinya sebagai Dirut PLN.
“Sampai saya dilantik hari ini (kemarin, red) saya masih punya pikiran mungkin nggak jadi. Kalau saya lepaskan kemarin, terus hari ini saya tidak jadi dilantik kan bagaimana,” ujarnya.
Karena itu, dia mengaku akan mempelajari dulu aturan hukumnya. Meski begitu, sejak awal dirinya sudah memberitahukan kalau memiliki pembangkit meskipun kapasitasnya sangat kecil, kurang dari 1 persen dari total kapasitas PLN.
“Kalau peraturan bilang saya tidak boleh jadi komisaris dan direksi di situ, ya saya berhenti. Tentang sahamnya, saya masih pelajari aturannya, apakah sama sekali tidak boleh punya saham di situ, atau boleh tapi dalam jumlah tertentu. Misalnya, 25 persen atau lima persen. Kalau tidak boleh punya saham, ya saya lepaskan,” katanya.
Artikel Terkait :
memang banyak sekali pro dan kontra dengan dahlan iskan tapi kita lihat dulu kinerjanya katanya dulu pernah sukses di kalimantan semoga ja sukses waktu jadi top directur ya mas....!!