Perut sudah kenyang tapi keinginan makan terus muncul dan sulit berhenti. Peneliti menemukan alasan kenapa seseorang ingin terus makan meski perut sudah merasa kenyang.
Dalam penelitian ini, ilmuwan tetap fokus pada kerja hormon ghrelin yakni hormon nafsu makan yang dihasilkan tubuh ketika lapar. Penelitian sebelumnya menyebut hormon ini muncul ketika lapar yang lalu sinyal lapar itu disampaikan ke otak agar segera makan. Sebelumnya juga disebutkan hormon ghrelin diproduksi di luar otak dan paling banyak ditemukan di lambung.
Pada penelitian terbaru yang dilakukan ilmuwan dari UT Southwestern Medical Center menemukan hormon ghrelin juga bisa bekerja di otak,-- tanpa harus menunggu lapar--, yang membuat orang terus makan karena kegiatan makan itu oleh hormon ghrelin menyenangkan meski perut sudah penuh.
Peneliti melakukan percobaan terhadap tikus karena ghrelin manusia identik dengan ghrelin tikus. Pada penelitian ini, peneliti menguji dua perilaku standar tikus.
Pada tahap pertama peneliti menempatkan tikus-tikus yang sudah kenyang dan terpuaskan makannya di sebuah ruangan yang sebelumnya dipenuhi makanan berlemak tinggi dengan kemudian mengisinya dengan sedikit makanan hambar.
Hasilnya, tikus yang mendapat suntikan hormon ghrelin menyukai ruangan tersebut sedangkan tikus yang tidak mendapat suntikan hormon ghrelin bersikap tanpa respons.
"Tikus yang mendapat hormon ghrelin menikmati ruangan kosong itu, tidak masalah ruangan itu kosong karena mereka masih berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan," kata Dr Mario Perello yang melakukan penelitian tersebut seperti dilansir dari Sciencedaily, Selasa (29/12/2009).
Pada tes kedua, tikus-tikus yang diberi suntikan hormon ghrelin tetap mengendus-endus makanan di bekas piring berlemak tinggi. Sedangkan tikus yang tidak menerima hormon ghrelin menyerah lebih cepat.
Para peneliti juga menemukan tindakan pemblokiran gen ghrelin di dalam darah bisa mencegah tikus berlama-lama berada di ruangan yang berkaitan dengan makanan berlemak tinggi.
"Apa yang kami tunjukkan adalah bahwa ada situasi di mana kita didorong untuk terus mencari dan makan walaupun kita sudah kenyang tanpa alasan lain, selain otak kita yang memberitahu kita untuk itu," kata Dr Jeffrey Zigman, asisten profesor kedokteran internal dan psikiatri di UT Southwestern yang studinya telah muncul di edisi Biological Psychiatry.
Menurut Dr Zigman kerja hormon ghrelin di otak telah meningkatkan perasaan yang menyenangkan. "Mereka memberi kesenangan indra dan memotivasi kita untuk mendapatkannya lagi serta membantu kita menata ingatan agar kembali mendapatkan yang diinginkan," katanya.
Dr Mario Perello, mengatakan studi ini menjawab mengapa seseorang yang sudah kenyang masih ingin makanan penutup berkalori tinggi.
Dengan penemuan ini diharapkan ada upaya untuk menurunkan kadar ghrelin atau memblokirnya untuk menolong mereka yang ingin mengurangi berat badannya. Serta meningkatkan kadar ghrelin bagi yang tidak punya nafsu makan karena sakit.
Dalam penelitian ini, ilmuwan tetap fokus pada kerja hormon ghrelin yakni hormon nafsu makan yang dihasilkan tubuh ketika lapar. Penelitian sebelumnya menyebut hormon ini muncul ketika lapar yang lalu sinyal lapar itu disampaikan ke otak agar segera makan. Sebelumnya juga disebutkan hormon ghrelin diproduksi di luar otak dan paling banyak ditemukan di lambung.
Pada penelitian terbaru yang dilakukan ilmuwan dari UT Southwestern Medical Center menemukan hormon ghrelin juga bisa bekerja di otak,-- tanpa harus menunggu lapar--, yang membuat orang terus makan karena kegiatan makan itu oleh hormon ghrelin menyenangkan meski perut sudah penuh.
Peneliti melakukan percobaan terhadap tikus karena ghrelin manusia identik dengan ghrelin tikus. Pada penelitian ini, peneliti menguji dua perilaku standar tikus.
Pada tahap pertama peneliti menempatkan tikus-tikus yang sudah kenyang dan terpuaskan makannya di sebuah ruangan yang sebelumnya dipenuhi makanan berlemak tinggi dengan kemudian mengisinya dengan sedikit makanan hambar.
Hasilnya, tikus yang mendapat suntikan hormon ghrelin menyukai ruangan tersebut sedangkan tikus yang tidak mendapat suntikan hormon ghrelin bersikap tanpa respons.
"Tikus yang mendapat hormon ghrelin menikmati ruangan kosong itu, tidak masalah ruangan itu kosong karena mereka masih berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan," kata Dr Mario Perello yang melakukan penelitian tersebut seperti dilansir dari Sciencedaily, Selasa (29/12/2009).
Pada tes kedua, tikus-tikus yang diberi suntikan hormon ghrelin tetap mengendus-endus makanan di bekas piring berlemak tinggi. Sedangkan tikus yang tidak menerima hormon ghrelin menyerah lebih cepat.
Para peneliti juga menemukan tindakan pemblokiran gen ghrelin di dalam darah bisa mencegah tikus berlama-lama berada di ruangan yang berkaitan dengan makanan berlemak tinggi.
"Apa yang kami tunjukkan adalah bahwa ada situasi di mana kita didorong untuk terus mencari dan makan walaupun kita sudah kenyang tanpa alasan lain, selain otak kita yang memberitahu kita untuk itu," kata Dr Jeffrey Zigman, asisten profesor kedokteran internal dan psikiatri di UT Southwestern yang studinya telah muncul di edisi Biological Psychiatry.
Menurut Dr Zigman kerja hormon ghrelin di otak telah meningkatkan perasaan yang menyenangkan. "Mereka memberi kesenangan indra dan memotivasi kita untuk mendapatkannya lagi serta membantu kita menata ingatan agar kembali mendapatkan yang diinginkan," katanya.
Dr Mario Perello, mengatakan studi ini menjawab mengapa seseorang yang sudah kenyang masih ingin makanan penutup berkalori tinggi.
Dengan penemuan ini diharapkan ada upaya untuk menurunkan kadar ghrelin atau memblokirnya untuk menolong mereka yang ingin mengurangi berat badannya. Serta meningkatkan kadar ghrelin bagi yang tidak punya nafsu makan karena sakit.
Artikel Terkait :