Awal tahun memang menjadi “ritual” janji perbaikan internal lembaga. Tak terkecuali Mabes Polri. Korps Bhayangkara itu pada awal 2009 menebar target memperbaiki pelayanan masyarakat. Namun, masih banyak anggota Polri yang tersangkut kasus pidana dan disiplin.
Awal 2009 lalu, Polri mematok target perbaikan di empat program unggulan quick wins. Yakni, transparansi penyidikan, pelayanan cepat dalam penanganan tindak pidana dan pelayanan administrasi, serta transparansi rekrutmen anggota Polri.
Bahkan, dalam transparansi penyidikan, Polri mematok deadline. Untuk kasus mudah, penyidikan dipatok sampai 30 hari, kasus sedang 60 hari, dan kasus sulit 90 hari. Sedangkan untuk perkara sangat sulit ditarget rampung hingga 120 hari.
Begitu pula penanganan tindak pidana. Masyarakat yang melaporkan kasus bisa terus mengikuti perkembangan penanganan kasus tersebut via online alias lewat internet. Para pelapor nanti mendapatkan semacam password untuk masuk ke jaringan internet atau media. Itu agar mereka bisa langsung tahu sampai di mana proses penanganan kasus yang dilaporkan.
Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sering menjadi sasaran pungli dan calo juga menjadi sasaran reformasi. Mabes Polri mematok target pelayanan cepat tanpa biaya tambahan. Dalam dua jam, pengajuan SIM langsung diproses. Lisensi mengemudi pun siap dikantongi.
Demikian pula halnya dengan rekrutmen polisi. Mabes Polri berkomitmen prosesnya bakal bersih dan transparan. Lembaga penegak hukum pimpinan Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri itu meminta agar masyarakat tak percaya terhadap oknum polisi atau calo yang menawarkan jasa “jalan pintas”.
Tapi, janji Polri itu tak semuanya ditepati. Malah, hasil survei integritas 2009 yang dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkan Polri di posisi juru kunci. Nilai pelayanan publik Polri hanya 5,71. Itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Pemprov Jatim di urutan pertama dengan nilai 7,15.
Wakil Ketua KPK M. Jasin mengatakan, buruknya pelayanan publik Polri tersebut justru terletak di program unggulan mereka pada awal tahun. Yakni pembuatan dan perpanjangan SIM. Selain itu, pelayanan teknis dan pengujian kalibrasi juga menjadi titik lemah Polri. “Mereka masih harus berbenah,” ujar Jasin.
Catatan buruk Polri pun datang dari Komisi Nasional Hak Asai Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM menyatakan Polri paling dominan melanggar HAM. Banyak tindak kekerasan dilakukan anggota Polri dengan dalih keamanan.
Antara lain, penembakan brutal di areal PTPN VII Cinta Manis Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumsel. Lalu, penangkapan nenek Minah yang dituduh mencuri tiga butir kakao di Banyumas; kasus Manisih dkk yang dituduh mencuri kapuk randu di Batang, Jateng; dan kasus Agus Tanjung yang dituduh mencuri listrik karena men-charge ponsel di Jakarta.
Kemudian, kasus Basar dan Cholil yang dituduh mencuri semangka di Kediri, Jatim; serta kasus pencurian pisang oleh Mbah Klijo Sumarto di Sleman
Sumber: http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=11019&kat=3
Awal 2009 lalu, Polri mematok target perbaikan di empat program unggulan quick wins. Yakni, transparansi penyidikan, pelayanan cepat dalam penanganan tindak pidana dan pelayanan administrasi, serta transparansi rekrutmen anggota Polri.
Bahkan, dalam transparansi penyidikan, Polri mematok deadline. Untuk kasus mudah, penyidikan dipatok sampai 30 hari, kasus sedang 60 hari, dan kasus sulit 90 hari. Sedangkan untuk perkara sangat sulit ditarget rampung hingga 120 hari.
Begitu pula penanganan tindak pidana. Masyarakat yang melaporkan kasus bisa terus mengikuti perkembangan penanganan kasus tersebut via online alias lewat internet. Para pelapor nanti mendapatkan semacam password untuk masuk ke jaringan internet atau media. Itu agar mereka bisa langsung tahu sampai di mana proses penanganan kasus yang dilaporkan.
Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sering menjadi sasaran pungli dan calo juga menjadi sasaran reformasi. Mabes Polri mematok target pelayanan cepat tanpa biaya tambahan. Dalam dua jam, pengajuan SIM langsung diproses. Lisensi mengemudi pun siap dikantongi.
Demikian pula halnya dengan rekrutmen polisi. Mabes Polri berkomitmen prosesnya bakal bersih dan transparan. Lembaga penegak hukum pimpinan Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri itu meminta agar masyarakat tak percaya terhadap oknum polisi atau calo yang menawarkan jasa “jalan pintas”.
Tapi, janji Polri itu tak semuanya ditepati. Malah, hasil survei integritas 2009 yang dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkan Polri di posisi juru kunci. Nilai pelayanan publik Polri hanya 5,71. Itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Pemprov Jatim di urutan pertama dengan nilai 7,15.
Wakil Ketua KPK M. Jasin mengatakan, buruknya pelayanan publik Polri tersebut justru terletak di program unggulan mereka pada awal tahun. Yakni pembuatan dan perpanjangan SIM. Selain itu, pelayanan teknis dan pengujian kalibrasi juga menjadi titik lemah Polri. “Mereka masih harus berbenah,” ujar Jasin.
Catatan buruk Polri pun datang dari Komisi Nasional Hak Asai Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM menyatakan Polri paling dominan melanggar HAM. Banyak tindak kekerasan dilakukan anggota Polri dengan dalih keamanan.
Antara lain, penembakan brutal di areal PTPN VII Cinta Manis Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumsel. Lalu, penangkapan nenek Minah yang dituduh mencuri tiga butir kakao di Banyumas; kasus Manisih dkk yang dituduh mencuri kapuk randu di Batang, Jateng; dan kasus Agus Tanjung yang dituduh mencuri listrik karena men-charge ponsel di Jakarta.
Kemudian, kasus Basar dan Cholil yang dituduh mencuri semangka di Kediri, Jatim; serta kasus pencurian pisang oleh Mbah Klijo Sumarto di Sleman
Sumber: http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=11019&kat=3
Artikel Terkait :