Label
Berbagi Pengetahuan
Abrasi pantai terus mendera sepanjang Pulau Rangsang, yang merupakan salah satu pulau terluar di kawasan perairan Kabupaten Kepulauan Meranti, yang berbatasan langsung dengan negara Jiran Malaysia.
Dalam setahun, laju abrasi diperkirakan mencapai 35 meter ke daratan, dan memanjang puluhan kilometer. Apalagi saat musim angin Utara dan ketinggian gelombang mencapai 5 meter seperti saat ini, tebing di sepanjang pantai yang bertekstur tanah gambut ini, seakan tak kuasa mengelak dari amukan gelombang yang datang menghantam.
Sudah puluhan desa yang jatuh ke laut akibat amukan abrasi pantai ini. Bahkan sudah berapa kali pula desa-desa itu terpaksa dipindahkan ke lokasi yang lebih menjorok ke daratan. Tak kira berapa ratus kepala keluarga pula yang terpaksa mengungsi ke desa lain, bahkan memilih eksodus ke negara jiran Malaysia, karena sudah tak memiliki tempat tinggal lagi, dan tak memiliki tanah tempat mereka berpijak dan menggantungkan hidup.
Di pulau yang berhadapan langsung dengan Selat Melaka, perairan tersibuk di dunia ini, hidup puluhan ribu jiwa yang bermukim di dua kecamatan. Yakni Kecamatan Rangsang yang terdiri atas 13 desa,
dan Rangsang Barat sebanyak 15 desa. Mayoritas, desa-desa ini berada di pinggir pantai. Karena di sepanjang bibir pantai inilah harapan kehidupan itu digantungkan oleh mayoritas penduduk penghuni pulau, dengan nelayan sebagai profesi utama mereka.
Namun akibat hantaman abrasi, lambat laun sumber kehidupan mereka pun semakin menipis pula. Karena ikan sudah sulit untuk di dapat akibat rusaknya ekosistem dan semakin kotornya perairan Selat Melaka.
Data yang dihimpun dari Bapedalda Kepulauan Meranti, terdapat sekitar belasan desa di Pulau Rangsang yang berhadapan langsung dengan Selat Melaka. Di Kecamatan Rangsang Barat, abrasi terparah terjadi di Desa Bantar yang berada di penghujung Tanjung Pulau, Desa Anak Setatah, Desa Kedabu Rapat, Tanah Merah, Sungai Cina, Melai dan Sonde. Di Kecamatan Rangsang, abrasi juga mendera Desa Tanjung Kedabu, Tanjung Medang, Sungai Gayung, Tanjung Samak dan lainnya. Di Kecamatan Merbau, Pulau Merbau, abrasi juga mengancam desa Cantai dan Teluk Belitung di Pulau Padang.
Di Pulau Tebingtinggi, abrasi menghantam Desa Mekong dan Alai. ‘’Sejak abrasi melanda, desa kami sudah empat kali dipindahkan,’’ kata Kepala Desa Anak Setatah Zulhaidi. Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Tanah Merah dan Kedabu Rapat.
Zulhaidi juga mengatakan, dalam kurun waktu setahun sepanjang 2009 ini sudah terdapat sebanyak 5 rumah warga yang jatuh ke laut. Padahal jarak antara satu rumah dengan lainnya cukup jauh, mencapai 20 meter bahkan lebih. Abrasi terus mengikis pulau dan melahap rumah termasuk fasilitas umum berupa jalan aspal dan bangunan lainnya jatuh ke laut
Sumber : http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=11024&kat=7
Dalam setahun, laju abrasi diperkirakan mencapai 35 meter ke daratan, dan memanjang puluhan kilometer. Apalagi saat musim angin Utara dan ketinggian gelombang mencapai 5 meter seperti saat ini, tebing di sepanjang pantai yang bertekstur tanah gambut ini, seakan tak kuasa mengelak dari amukan gelombang yang datang menghantam.
Sudah puluhan desa yang jatuh ke laut akibat amukan abrasi pantai ini. Bahkan sudah berapa kali pula desa-desa itu terpaksa dipindahkan ke lokasi yang lebih menjorok ke daratan. Tak kira berapa ratus kepala keluarga pula yang terpaksa mengungsi ke desa lain, bahkan memilih eksodus ke negara jiran Malaysia, karena sudah tak memiliki tempat tinggal lagi, dan tak memiliki tanah tempat mereka berpijak dan menggantungkan hidup.
Di pulau yang berhadapan langsung dengan Selat Melaka, perairan tersibuk di dunia ini, hidup puluhan ribu jiwa yang bermukim di dua kecamatan. Yakni Kecamatan Rangsang yang terdiri atas 13 desa,
dan Rangsang Barat sebanyak 15 desa. Mayoritas, desa-desa ini berada di pinggir pantai. Karena di sepanjang bibir pantai inilah harapan kehidupan itu digantungkan oleh mayoritas penduduk penghuni pulau, dengan nelayan sebagai profesi utama mereka.
Namun akibat hantaman abrasi, lambat laun sumber kehidupan mereka pun semakin menipis pula. Karena ikan sudah sulit untuk di dapat akibat rusaknya ekosistem dan semakin kotornya perairan Selat Melaka.
Data yang dihimpun dari Bapedalda Kepulauan Meranti, terdapat sekitar belasan desa di Pulau Rangsang yang berhadapan langsung dengan Selat Melaka. Di Kecamatan Rangsang Barat, abrasi terparah terjadi di Desa Bantar yang berada di penghujung Tanjung Pulau, Desa Anak Setatah, Desa Kedabu Rapat, Tanah Merah, Sungai Cina, Melai dan Sonde. Di Kecamatan Rangsang, abrasi juga mendera Desa Tanjung Kedabu, Tanjung Medang, Sungai Gayung, Tanjung Samak dan lainnya. Di Kecamatan Merbau, Pulau Merbau, abrasi juga mengancam desa Cantai dan Teluk Belitung di Pulau Padang.
Di Pulau Tebingtinggi, abrasi menghantam Desa Mekong dan Alai. ‘’Sejak abrasi melanda, desa kami sudah empat kali dipindahkan,’’ kata Kepala Desa Anak Setatah Zulhaidi. Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Tanah Merah dan Kedabu Rapat.
Zulhaidi juga mengatakan, dalam kurun waktu setahun sepanjang 2009 ini sudah terdapat sebanyak 5 rumah warga yang jatuh ke laut. Padahal jarak antara satu rumah dengan lainnya cukup jauh, mencapai 20 meter bahkan lebih. Abrasi terus mengikis pulau dan melahap rumah termasuk fasilitas umum berupa jalan aspal dan bangunan lainnya jatuh ke laut
Sumber : http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=11024&kat=7
Artikel Terkait :
wah turut prihatin , smg pemerintah lebih baik lagi mengatasi bencana terutama di desa2